Rabu, 14 Maret 2012

perkembangan sistem perekonomian dari masa ke masa


Perkembangan Sistem Perekonomian Indonesia dari Masa ke Masa (Orde Lama sampai Orde Baru)

Perekonomian Indonesia pada Masa Orde Lama
Pada awal kemerdekaan, perekonomian Indonesia sangatlah buruk antara lain disebabkan oleh inflasi yang sangat tinggi karena pada saat itu Indonesia menggunakan 4 mata uang, yaitu mata uang De Javasche Bank, pemerintah Hindia, Belanda, dan mata uang penduduk Jepang. Pada bulan Oktober 1946, pemerintah RI juga mengeluarkan uang kertas baru, yaitu ORI (Oeang Republik Indonesia) sebagai mata uang Jepang. Berdasarkan teori moneter, banyaknya jumlah uang yang beredar mempengaruhi kenaikan tingkat harga, penyebab lainnya adalah adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutupi perdagangan luar negri RI. Sehingga banyaknya rakyat Indonesia yang mengalami kelaparan akibat kemiskinan yang parah.

Perekonomian Indonesia pada Masa Demokrasi Liberal
Masa ini disebut masa Liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian ini diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan Laissez Faire Laissez Passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan perusahaan nonpribumi, terutama pengusaha china. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Perekonomian Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin
Sebagai akibat dekrit  presiden 5 juli 1959, maka Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia menjurus pada sistem  etatisme (segala-galanya diatur oleh pemimpin). Dengan sistem ini berharap akan membawa kemakmuran bersama dalam sosial, politik dan ekonomi. Namun kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil pemerintah dimasa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi Indonesia.

Perekonomian Indonesia pada Masa Orde Baru
Setelah jatuhnya pada masa pemerintahan presiden Soekarno dan digantikan oleh presiden Soeharto, banyak rencana untuk membangun Indonesia menjadi negara yang lebih maju dan mampu bersaing dengan negara lain. Pada masa ini perbaikan di bidang ekonomi adalah karena setelah melihat pengalaman di masa lalu, dimana dalam sistem ekonomi liberal ternyata pengusaha pribumi kalah bersaing dengan pengusaha nonpribumi dan sistem etatisme tidak memperbaiki keadaan.
Hasilnya, pada tahun 1984 Indonesia berhasil swasembada berhasil, penurunan angka kemiskinan, perbaikan kesejahteraan rakyat. Pada awal pemerintahannya usaha-usaha yang dilakukan sangatlah berhasil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Namun dibalik itu dampak negatifnya adalah kerusakan serta pencemaran lingkungan hidup dam sumber-sumber daya alam, perbedaan ekonomi antar daerah, antar golongan pekerjaan dan kelompok dalam masyarakat semakin tajam, serta penumpukan utang diluar negri. Disamping itu, pembangunan menimbulkan konglomerasi dan bisnis yang sarat korupsi, kolusi, nepotisme. Pembangunan hanya mengutamakan pertumbuhan ekonomi tanpa diimbangi dengan politik, ekonomi, dan sosial yang adil. Sehingga meskipun berhasil meningkatkan ekonomi namun secara fundamental pembangunan nasional sangatlah rapuh, akibatnya saat terjadi krisis yang merupakan imbas dari ekonomi global, Indonesia merasakan dampak yang paling buruk.
Harga-harga meningkat secara drastis, nilai tukar rupiah melemah dengan cepat dan menimbulkan berbagai kekacauan disegala bidang terutama dibidang ekonomi.

Perekonomian Indonesia pada Masa Orde Reformasi
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas politik. Pada masa pimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

Masa kepemimpinan Megawati Soekarno Putri
Masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain
a)  Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan Paris      Club ke-3       dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.

Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.

Masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.

Sistem Ekonomi Indonesia sebagai Sintesa Kapitalisme dan Sosialisme
Menurut beberapa pengamat sistem perekonomian Indonesia merupakan percampuran antara sistem kapitalisme dan sosialisme, namun bukan berarti menyingkirkan aspek-aspek lain yang membangun sistem perekonomian Indonesia. Dengan mengadopsi kebaikan-kebaikan yang ada pd 2 sistem tersebut maka terbentuklah sistem perekonomian di Indonesia yang disebut sistem ekonomi Pancasila. Tentunya dalam pembentukannya ada bongkar-pasang untuk mendapatkan kesesuaian. Individualisme vs kolektivisme. Dengan memadukan dua unsur ini maka yang ada dalam sistem Indonesia adalah bukan individualisme dan bukan pula kolektivisme. Dalam perekonomian Indonesia ada individualisme, namun karena telah di batasi kolektivisme maka individualisme ini tidak segarang aslinya. Sentralisai dan swastanisai. Peran negara dalam sistem perekonomian Indonesia memang sentral, namun hal itu tidak menjadikannya seperti sentralisme yang ada di negara-negara sosialisme, lagi-lagi hal ini karena hasil sintesa antara individulisme dan kolektivisme.

Daftar Pustaka
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/11/pengertian-sistem.html
http://muttaqiena.blogspot.com/2008/06/analisa-sejarah-perekonomian-indonesia.html
http://www.animers.net78.net/sistem-perekonomian-indonesia/





Tidak ada komentar:

Posting Komentar