Branchless Banking (TUGAS 2)
Pada kesempatan kali ini saya akan membahas mengenai branchless banking,
mungkin sebagian dari kita masih awam dan belum mengetahui apa sebenarnya
branchless banking itu sendiri. Baiklah, branchless banking itu adalah merupakan salah satu strategi distribusi
perbankan yang memberi layanan keuangan tanpa bergantung pada keberadaan kantor
cabang bank atau dengan kata lain branchless banking jaringan distribusi yang digunakan
untuk memberi layanan finansial di luar kantor-kantor cabang bank melalui
teknologi dan jaringan alternatif dengan biaya efektif, efisien, dan dalam
kondisi yang aman dan nyaman.
Nah dengan
adanya branchless banking ini, masyarakat dapat memanfaatkan teknologi
perangkat mobile, dimulai dari ponsel fitur karena sebagian besar daerah di Indonesia
sudah terakses jaringan telepon. Selain itu Teknologi untuk branchless banking
itu mudah sekali dan bisa digunakan orang awam. Peluang pasarnya sangat besar, karena layanan perbankan seperti inilah yang
dibutuhkan masyarakat yang berada di pelosok. Berbicara mengenai hal ini, kita
harus mengetahui terlebih dahulu ,apa saja yang menjadi tujuan dari branchless
banking tersebut, dari beberapa sumber yang saya dapatkan, sebagai berikut :
ü Yang pertama, branchless banking
bertujuan untuk mendorong transaksi keuangan yang lebih aman, dan
mencegah money laundering.
ü Lalu yang kedua, perluasan akses dalam layanan keuangan dengan alasan
pentingnya implementasi layanan branchless
banking masih rendahnya akses masyarakat terhadap layanan jasa keuangan
formal. Di Indonesia bila dibanding dengan negara-negara tetanga branchless banking masih memiliki
persentase akses layanan jasa keuangan yang rendah.
Selain ini, ada
juga kelebihan dari branchless banking, tidak perlu untuk mengambil waktu dari hari tertentu untuk mengunjungi
bank untuk menarik
uang atau deposito;
di samping itu, saldo rekening dapat diperiksa dan diverifikasi
setiap saat sepanjang hari. selain itu, orang dapat segera
memeriksa dan melihat adakah pemeriksaan tertentu telah dilakukan,
atau jika
pembayaran tagihan otomatis telah dibuat, dan Sekian banyak orang kini bisa
langsung log on ke website bank mereka melalui smartphone; yang
artinya tidak lagi diperlukan benda kelas berat seperti desktop atau laptop, Selain itu, branchless banking sering dapat membantu untuk menghemat uang bank. Artinya ini berpotensi
menyebabkan bank menawarkan
suku bunga yang lebih baik pada pinjaman, atau pengurangan biaya pada nasabah
tertentu. Meskipun ini tentu saja tidak selalu terjadi, tidak sedikit bank
yang mencatat bahwa nasabah juga
ingin adanya kenyamanan tatap muka untuk
bisa menyelesaikan bisnis
perbankan mereka dari lokasi
manapun. Selain ada kelebihan pasti ada sisi
kerugian dari branchless banking yaitu Akan
halnya terdapat beberapa kerugian pada penerapan
branchless banking. Pertama, keamanan dalam mengakses akun bank nasabah,
yang bilamana melalui komputer atau smartphone sudah mungkin tidak aman; selalu ada potensi
virus atau spyware yang hadir pada komputer. Kedua, mengunjungi bank fisik menjadi mesti
dalam beberapa tindakan perbankan, seperti untuk membuka
rekening, atau untuk menempatkan sesuatu
dalam brankas. Jika bank tidak memiliki lokasi terdekat
karena difokuskan pada branchless banking, ada kemungkinan para nasabah malah beralih ke bank yang
berbeda.
Secara teknis, branchless
banking perlu dukungan teknologi mobile dan keberadaan agen. Ilustrasi mengenai
branchless banking yakni terdapat kombinasi yang keduanya menjadi kegiatan usaha
nonbank agen akan berkeliling mendatangi nasabah untuk memberikan layanan
perbankan dengan memanfaatkan telepon seluler (ponsel). Lalu, agen juga harus
proaktif memberikan layanan perbankan mulai dari buka rekening, transfer dana,
setor maupun tarik tunai. Agen kemudian menyetor uang ke master agen atau
langsung ke kantor cabang terdekat. Namun agen menjadi salah satu risiko besar
dalam branchless banking karena itu harus membangun kepercayaan kepada nasabah.
Demi menghadirkan branchless banking yang optimal, dibutuhkan kerja sama antara
perusahaan perbankan dengan perusahaan telekomunikasi. Namun sejauh ini
kenyataannya, kedua belah pihak masih cenderung berjalan sendiri-sendiri.
Istilah branchless banking
merupakan kegiatan transaksi bank dengan kriteria yang pertama yaitu branchless
banking tanpa melalui kantor cabang, kedua Menggunakan agen yang bekerjasama
dengan bank, lalu ketiga nasabah bisa melakukan transaksi sendiri atau
menggunakan agen, selanjutnya fitur transaksi yang sederhana/basic feature,
layanan murah/low cost, dan yang terakhir Ditujukan khususnya untuk
segmen bawah atau unbanked. Branchless banking sebagai salah satu
bentuk inisiatif financial inclusion sangat membantu untuk
memajukan perekonomian suatu negara melalui peningkatan akses masyarakat
terhadap jasa layanan bank sehingga ultimate goal bank sebagai unit usaha
pembiayaan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Berbagai study-study yang dilakukan oleh berbagai
lembaga pemerintah, swasta, asosiasi, perusahaan keuangan maupun
lembaga donor menyimpulkan beberapa alasan kenapa perlunya branchless banking
yaitu
1) Seperti halnya
dinegara negara berkembang Indonesia termasuk didalamnya, akses layanan
perbankan masyarakat bawah masih kurang bahkan beberapa negara dapat
dikatakan kurang sekali. Indonesia sendiri berdasarkan survey Bank Dunia tahun
2010 berkisar 49% dari populasi belum terlayani. Negara-negara lain seperti
Pakistan 85%, Filipina 75%, China 60% dan India 55%. Thailand dan
Malaysia justru lebih rendah dari Indonesia.
2) Pembukaan
kantor bank yang memerlukan investasi dan biaya operasional yang mahal. Sebagai
gambaran rata-rata biaya investasi yang dibutuhkan bisa sekitar 1,5
milyar dengan biaya operasional tahunan sekitar 900 juta per kantor.
3) Konsentrasi
lokasi perbankan banyak didaerah perkotaan atau urban yang padat. Hal
ini dikarenakan potensi bisnis yang secara kasat mata sudah jelas terlihat
menguntungkan bagi bank.
4) Persepsi
masyarakat bawah terhadap layanan bank, mereka melihat bank sebagai sesuatu
yang tidak untuk mereka (bank is not for me). Sejatinya mereka justru dalam
keseharian bersentuhan secara tidak langsung dengan layanan keuangan (financial
service) yang juga dilakukan bank. Namun karena persepsi, mereka cenderung
melakukannya dengan lembaga yang bukan bank antara lain koperasi
dan perorangan Persepsi yang mereka miliki bahwa Berhubungan dengan
bank harus punya uang banyak dan hanya untuk orang kelas atas berduit, harus
meluangkan waktu khusus ke bank karena jarak yang jauh dari tempat aktifitasnya
sehari hari, prosedur berhubungan dengan bank berbelit belit, banyak
aturan dan wajib diikuti, Harus antre untuk bertransaksi yang hanya untuk
kebutuhan sederhana seperti setor atrau tarik dengan jumlah kecil misalnya Rp.
10.000, biaya transaksi yang mahal misalnya kirim uang kena biaya Rp. 25.000,
produk atau layanan bank tidak dirancang untuk mereka dengan kondisi keuangan
yang tidak tetap.
5) Potensi
besar segmen bawah yang belum tergarap. Jujur kita akui bahwa aktifitas
ekonomi sebagian besar digerakkan oleh sektor ekonomi kelas bawah seperti
usaha-usaha mikro yang masih dilaksanakan melalui mekanisme tunai.
6) kemajuan
teknologi khusus dalam berkomunikasi. Adanya tingkat penetrasi yang tinggi
perusahaan telco ke masyarakat bawah melalui penggunaan telepon seluler,
menyebabkan timbulnya pemikiran bagaimana memanfatkan kemajuan cara
berkomunikasi ini untuk menembus layanan keuangan ke segmen dimaksud dengan
memanfatkan keunggulan - keunggulan yang dimiliki perusahaan
telekomonikasi.
Hal-hal tersebut diatas,
mengkondisikan perlunya branchless banking dan saat ini sedang berkembang di
negara-negara Asia Pasific, Africa dan Amerika Latin. Asia
merupakan emerging market termasuk Indonesia yang baru mulai memasuki era
ini, meskipun aturan terkait penerapannya masih dalam persiapan oleh BI.
Branchless banking juga mempunyai elemen yang terkait
, yaitu:
ü Banking agent yang berfungsi sebagai unit terdepan,
bentuk banking agen juga sangat beragam bisa berbentuk koperasi, toko, dan
lain-lain atau lembaga keuangan selain bank, namun yang paling penting dapat
menimbulkan efek multiplier bagi perekonomian masyarakat.
ü Provider telekomunikasi dalam hal ini mobile
banking ada di dalam teknologi ini.
ü Masyarakat diluar nasabah perbankan melalui
Financial Identity Number (FIN) yang kedepannya akan disenergikan dengan
Identitas Penduduk yang dikeluarkan oleh Kemendagri .
Berikut implementasi dari branchless banking :
1. Bank Sinar Harapan Bali telah
diakuisisi oleh Bank Mandiri dimana bank ini adalah pilot project layanan BB
bertajuk SinarSip.
2. Perkembangan e-Money, beberapa bank
seperti Bank Mandiri dengan produknya “e-Toll dan e-Money”, Bank Central Asia
dengan produknya “Flazz”, Bank Rakyat Indonesia, Bank Niaga, dll memberikan
kemudahan dengan membeli kartu-kartu tersebut, masyarakat dapat membelanjakan
dan diisi ulang dengan menggunakan uang cash di merchant yang sudah ditunjuk,
juga di beberapa Stasiun Pengisian Bahan Bakar. Sehingga tidak perlu memiliki
rekening di bank untuk memiliki kartu tersebut.
3. Bank Muamalat Tahun 2005
memperkenalkan layanan Shar-e dimana kartu ini untuk memenuhi keinginan nasabah
yang ingin memiliki akses ke syariah. Sulitnya membuka cabang bank syariah
membuat kartu ini sangat diminati. Pengisian kartu Shar-e dapat dilakukan
melalui outlet PT. Pos Indonesia maupun ATM BCA dan ATM bersama. Lonjakan
costumer mencapai 700% namun lemahnya misi dan terbatasnya perkembangan bank
syariah menyebabkan program ini tidak berjalan lama.
Branchless banking merupakan
terobosan yang bersifat non-konvensional dimana di beberapa negara seperti
Kenya-Afrika dan Meksiko sudah berhasil menerapkannya. Terobosan yang harus
dilakukan oleh perbankan melalui pemanfaatan teknologi, khususnya
telekomunikasi. Perkembangan industri telekomunikasi yang baru berkembang 20
tahun terakhir di Indonesia ternyata sudah memiliki penetrasi mencapai 250 juta
pelanggan, apabila dibandingkan dengan jumlah rekening tabungan yang hanya 70
juta (tahun 2011). tantangan utama yang dihadapi dalam penerapan
brachless banking adalah terkait teknologi. Nilai investasi untuk pembangunan
infrastruktur IT terbilang cukup mahal. Tantangan lainnya adalah soal pemahaman
masyarakat yang masih rendah mengenai branchless banking. Karena itu dibutuhkan
sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat agar mau ikut dalam penerapan sistem
tersebut.
Menurut Yanuar Rizky, bahwa
aturan branchless banking yang akan dirilis dalam waktu dekat ini malah akan
memuluskan jalan perbankan asing untuk masuk ke Indonesia dengan lebih mudah
lagi. Terutama bagi bank asing yang memiliki infrastruktur sistem komputerisasi
yang canggih serta modal kuat. Bank asing yang mempunyai lisensi bank di sini
atau dalam arti membeli saham bank nasional jadi bank asing bisa mengambil
TI-nya dan menyebarkan produknya tanpa cabang. Aturan branchless banking itu
akan memudahkan bank asing dengan tidak perlu bangun cabang. Karena memang
investasi teknologi besar, dan jika itu dipasang dimana saja sama, karena itu
fixed cost, jadi untuk apa membuat cabang. Selain itu, modal kuat bank asing
tidak semata-mata dilihat dari sisi uang tunainya saja, Tapi juga modal
infrastruktur yang sudah mereka miliki. Jadi misalnya kebijakan branchless
banking keluar, mereka sudah mudah melaksanakannya. Salah satu contoh bank
asing yang adalah ING Bank asal Belanda yang akan menggas keras usahanya untuk
berkembang di Indonesia setelah PBI mengenai branchless banking keluar pada
akhir Maret 2013. Bahwa orang-orang yang dulunya pernah kerja di ING Bank itu
banyak direkrut oleh sebuah holding bank asing yang sudah membeli saham suatu
bank kecil di Indonesia. Kalau dilihat itu sebetulnya kan ada beberapa bank yang
dibeli oleh pemilik baru, tetapi semenjak dibeli itu sebetulnya banknya
cenderung tidak diapa-apakan atau didiemkan saja dan banyak mengrekrut
orang-orang ING Bank, bank ini kan sebetulnya branchless banking. Jadi mereka
dalam perkembangan usahanya, melakukan praktik bank tanpa cabang. Bukan hanya
ING Bank saja, namun juga bank-bank asing lain kebanyakan sudah menjalankan
operasi yang cenderung branchless, seperti bank-bank yang dipunyai Temasek
Holding (Singapura). Holding bank asing juga rata-rata sudah punya sister
company, misal Temasuk sister company-nya Indosat, kalau Khazanah (Nasional
Berhad-Malaysia) yang punya CIMB kan sudah memiliki XL. Kemudian yang sekarang
mempunyai Axis, yakni investor dari Timur Tengah, juga sudah punya bank kan.
Jadi rata-rata mereka beli dua, yaitu beli bank juga perusahaan telco. Kecuali
bank BUMN nanti sister company-nya Telkom.
Apakah aturan branchless banking tersebut akan berjalan efektif atau
tidak, menurut Yanuar, harus dilihat PBI-nya nanti seperti apa. Kalau isinya
berhubungan dengan rezim perizinan, misal kepada SOP, tentu saja asing yang
paling siap. Aturannya akan seperti
multi licensing juga, mungkin license pertama (mengenai) infrastruktur, lisensi
kedua tentang status bank. Karena pasti keluar standar protokol aturan
keamanan, standar hubungan dengan agen. Kalau dilihat yang sudah mrmpunyai
yakni asing, sedangkan lokal yang sudah mempunyai Bank BUMN dan Telkom saja.
Selain itu, harus dipikirkan juga pembagian fee yang tepat antara bank dan
telco. Kemudian juga mengenai hubungan antara agen dan nasabah, karena yang
bertanggung jawab utamanya adalah bank. Bisa dibilang backbone untuk branchless
banking akhirnya tetap di industri perbankan, misalnya sistem kliring tetap
diatur perbankan. Yang harus dipikirkan juga soal isu persaingan usaha,
contohnya BI memberikan izin ke bank, mereka tinggal cari POS, dan bisa
langsung jalan, jadi kasihan bank yang tidak siap, serta costumer protection.
Lalu begitu juga cost tinggi dalam pelaksanaan pasti muncul bisnis baru,
misalnya akan ada agen kliring kecil yang dipunyai masing-masing bank untuk
mengawasi POS-POSnya yang sudah banyak. Jadi yang harus diwaspadai nanti akan
ada bank sentral di bawah bank sentral. Disisi lain kalau tidak diatur dengan baik
nanti bank-bank yang kuat bisa membuat mini kliring agent, dan bank-bank yang
lemah yang tidak punya agen kliring bisa ikut ke mereka. Makanya dari itu kita
harus melihat aturan BI terlebih dahulu, kalau aturannya sebebas-bebasnya,
seliberal-liberalnya, apapun juga bisa terjadi. Sementara di negara lain soal
itu sudah diatur dari segi perizinannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar